Laporan Praktikum
Kesuburan Tanah
PEMANFAATAN LIMBAH KAKAO (PULP KAKAO)
MENJADI POC (PUPUK ORGANIK CAIR) DAN BIOGAS
Disusun Oleh:
Yohanis Sarma
G11115536
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanaman kakao
(Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang umumnya tumbuh di daerah
tropis. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan berupa biji, yang nantinya
diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bubuk coklat, biasa digunakan
sebagai minuman penyegar dan makanan ringan. Limbah adalah suatu bahan yang
terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam
yang belum memiliki nilai ekonomis.
Pada industri pertanian kakao, untuk mengatasi masalah ini, maka
salah satu cara yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah
pertanian kakao. Limbah tersebut meliputi limpah pra-panen dan limbah
pasca-panen. Tujuan dari pengolahan limbah sendiri adalah untuk menjaga
kstabilan ekologi pertanian kakao. Tanaman kakao banyak menghasilkan limbah.
Limbah tersebut antara lain adalah pulp, kulit buah, dan daging buah. Selain
itu, terdapat limbah pra-panen merupakan daun dan seresah pohon.
Pengolahan limbah kakao
sangat perlu dilakukan dikarenakan tanaman kakao merupakan tanaman yang secara
umum dimanfaatkan bagian bijinya saja. Bagian buah lain tidak digunakan menjadi
bahan utama. Pemanfaatan limbah buah kakao maupun pemanfaatan limbah pra-panen
pada tanaman kakao. Oleh karena itu dilakukan praktikum pengelolahan limbah
kakao yaitu plup kakao sebagai biogas dan pupuk organik.
1.2 Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan
dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengelolah limbah kakao menjadi
biogas dan pupuk organik.
Kegunaan dari praktikum ini adalah
sebagai sumber informasi dan pembelajaran tentang pengelolahan limbah kakao
menjadi bahan yang berguna.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Pertanian
Banyak
terdapat limbah seperti limbah perkotaan, limbah rumah tangga dan limbah
pertanian. Limbah pertanian meliputi semua hasil proses pertanian yang tidak
termanfaatkan atau belum memiliki nilai ekonomis. Salah satu cara untuk
memanfaatkan limbah pertanian adalah dengan dijadikan kompos, seperti halnya
dengan lendir atau pulp buah kakao. Mujahidah (2013) mengemukakan bahwa pulp buah
kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos,
pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit
buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai
medium tumbuh tanaman.
Limbah
pertanian berupa limbah tanaman merupakan hasil sampingan dari tanaman yang
dibudidayakan dan kaya bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali
sebagai pupuk tanaman. Selain itu limbah
pertanian juga dapat berupa sisa pestisida. Limbah Pertanian diartikan sebagai
bahan yang dibuang di sektor pertanian,misalnya sabut dan tempurung
kelapa,jerami dan dedak padi, kulit.. Secara garis besar limbah pertanian itu
dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah pasca panen. Limbah
pasca panen juga bisa terbagi dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah
setelah diolah atau limbah industri pertanian (Mujahidah,2013).
2.2 Limbah Pulp Kakao
Pada
dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, placenta, pulp, dan
biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan
placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji
kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula
sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses
fermentasi (Bintoro, 1977). Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
baku bioetanol adalah cairan pulp kakao (Theobroma cacao L). Cairan pulp
mempunyai kandungan gula yang cukup tinggi. Cairan pulpmerupakan hasil samping
dari fermentasi biji kakao yang kemudian dibuang, biasanya cairan pulp kakao dibuang
ke sungai sehingga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan
(Kristiani dkk, 2014).
Limbah
cairan pulp kakao merupakan salah satu bahan baku yang dapat di proses lebih
lanjut sebagai sumber energi alternatif yaitu bioetanol. Ketersediaan yang
cukup melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga penggunaannya
sebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan. Kulit bakau telah
dikenal mampu meningkatkan kadar etanol pada fermentasi dan dapat pula
menghambat pembentukan asam asetat. Firdaus (2003), dalam penelitiannya
terhadap penambahan serbuk kulit batang Sonneratia sp. pada fermentasi nira
aren terlihat bahwa etanol yang diperoleh dari fermentasi tanpa penambahan
serbuk kulit kayu Sonneratia sp. secara keseluruhan menurun dengan bertambahnya
waktu fermentasi (Kristiani dkk, 2014).
2.3 Pengelolahan limbah Pulp Kakao Menjadi
Biogas
2.3.1 Digester
Yang
dimaksud digester biogas terpadu adalah pengelolaan biogas yang menyatu dengan
pengolahan limbah biogas menjadi pupuk organik siap pakai. Jadi disamping
mendapatkan gas bio yang dapat dipakai untuk memasak sehari-hari juga
menghasilkan limbah dalam bentuk padat dan cair yang dapat diolah dan dijadikan
sebagai pupuk organik bermutu tinggi dan laku untuk dijual. Limbah biogas bila
tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan pencemaran lingkungan
yang berdampak pada kesehatan dan kenyamanan masyarakat disekitarnya. Sebaliknya
bila ditangani dengan baik dan benar akan dapat menambah income yang jauh lebih
besar dibandingkan nilai gas itu sendiri (Care Kamase, 2014).
Limbah
dari digester biogas ada dua macam, yaitu bentuk padatan/lumpur dan cair. Tetapi
limbah padat pada umumnya jumlahnya relatif kecil, bahkan untuk limbah lindi
dan manyon tahu hampir tidak ada lumpur/limbah padatnya, disamping itu
pengolahan pupuk padat lebih rumit. Keuntungan akan berlipat ganda jika limbah
digester biogas ditingkatkan unsur haranya sehingga menjadi pupuk organik yang
memiliki nilai jual tinggi (Care Kamase, 2014)..
2.3.2
Proses Pembentukan Gas Metan
Proses
terbentuknya biogas dari material organik yang terkumpul pada digester
(reaktor) diuraikan menjadi dua tahap dengan bantuan bakteri. Tahap pertama
material orgranik didegradasi menjadi asam lemah oleh bakteri pembentuk asam.
Bakteri tersebut menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi.
Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang
seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan
asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Setelah material
organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari proses anaerobik
digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana
seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium. Perkembangan proses
anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi (Wahyuni,2011).
Untuk
memproduksi biogas, kita harus membangun instalasinya terlebih dahulu. Jenis
intalasi yang akan dibangun disesuaikan dengan kapasitas yang kita inginkan
sesuai dengan jumlah bahan organik yang tersedia dan dana. Biaya yang paling
besar dalam proses pembuatan intalasi biogas adalah tipe reaktornya / digester.
Tipe reaktor atau digester yang sudah familier adalah tipe kubah tetap (fixed
dome type), tipe terapung (floating drum type) dan reaktor balon. Dilihat dari
sisi konstruksinya, pada umumnya hanya digolongkan menjadi dua yaitu reaktor
tipe kubah tetap dan terapung. Fixed dome (kubah tetap) mewakili konstruksi
reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan
tekanan di dalam reaktor. Sedangkan floating drum (terapung) berarti ada bagian
pada konstruksi reaktor yang dapat bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan
tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah
dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas (Wahyuni,2011).
2.3.3 Syarat yang Diperlukan Untuk Proses
Metanogenesis
Metanogenesis
ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan
seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus.
Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat.
Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama
dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan
karbondioksida (CO2) (Murjito, 2008).
Pada
tahap methanogenik, asam-asam organik selanjutnya dirombak oleh bakteri
Methanogen menjadi gas metana, karbondioksida dan beberapa gas dalam jumlah
rendah. Beberapa referensi menyebutkan bahwa bakteri yang berperan dalam proses
degradasi bahan organik secara anaerob, yaitu:
a.
Kelompok bakteri Fermentatif :Streptococoi,
Bacterioides dan beberapa jenis bakteri Enterobacterriaceae.
b. Kelompok bakteri Asetogenik :
Desulfovibrio.
c. Kelompok bakteri Methanogenesis : Methanobacterium, Methanococcus.
Keberhasilan
proses pembuatan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lingkungan sangat berpengaruh
terhadap kehidupan dan aktivitas bakteri dalam poses fermentasi anaerob.
Kondisi lingkungan yang optimal, akan mendukung
aktivitas bakteri dalam melakukan proses fermentasi anaerob yang
optimal, sehingga menghasilkan produksi biogas yang optimal. Kondisi lingkungan
yang perlu diperhatikan (Murjito, 2008)
2.4 Pupuk Organik Hasil Biogas
Pupuk
organik hasil dari biogas ada yang disebut Bio-slurry. Bio-slurry adalah Campuran kotoran dan air ke
dalam bangunan biogas berwujud setengah cairan dinamakan “slurry mentah”.
Slurry yang belum dicerna ini melalui proses pencernaan anaerobik atau
fermentasi di dalam digester biogas dan berubah menjadi bahan bakar gas yang
dinamakan “biogas”. Sisa dari fermentasi keluar sebagai lumpur yang dikenal
sebagai “bio-slurry tercerna”. Komposisi bio-slurry tergantung dari suapan dan
jumlah air yang ditambahkan ke kotoran. Ketika kotoran dicampur dengan jumlah
air yang sama, setelah pencernaan komposisi slurry tercatat sebagai: 93% air
dan 7% bahan kering. Nitrogen (N), Phosphorus (P) dan Potassium (K) merupakan
nutrisi yang amat diperlukan tanaman. Konten NPK di cairan slurry adalah 0.25,
0.13 dan 0.12% masing-masing (Wahyuni, 2011).
Bio-slurry
cair dapat langsung digunakan di pekarangan rumah yang hanya memerlukan jumlah
yang sedikit. Jika diperlukan untuk penggunaan di kebun dalam jumlah banyak,
bio-slurry cair dapat diangkut menggunakan kendaraan. Untuk lahan berbukit atau
miring (lereng), gunakan bio-slurry padat atau yang sudah dikomposkan untuk
mempermudah penanganan dan pengangkutan. Bio-slurry cair dan padat bisa
digunakan pada tanaman di pekarangan. Bio-slurry cair digunakan dengan
menyiramkan ke pot/polybag atau tanah. Bio-slurry padat digunakan dengan cara
disebar saat pengolahan tanah dan pertengahan musim tanam. Hal yang sama dapat
dilakukan di kebun dengan menggunakan bio-slurry cair atau padat atau kombinasi
keduanya (1) saat olah lahan, (2) dengan cara disiramkan per lubang bila
menggunakan mulsa atau (3) disiramkan di antara tanaman (Wahyuni, 2011).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Pengolahan Limbah Pulp Kakao menjadi
Biogas dan Pupuk Organik dilaksanakan di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Hasanuddin, yang dilakukan setiap hari Sabtu, tanggal 08
sampai 22 Oktober 2016, pukul 16.00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan
Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu
jeregen hitam 5 liter pipa besar, pipa
kecil, penutup pipa, pentil ban bekas, selang 1 meter, lem pipa, blender,
ember, oven, cawan petri, spidol, dan timbangan. Adapun bahan yang digunakan
yaitu limbah pulp kakao, inokulum, kapur, dan air.
3.3 Prosedur
Kerja
3.3.1 Pembuatan Gester Sederhana
1. Menyiapkan
alat dan bahan
2. Memotong
pipa besar dengan panjang 45 cm dan pipa kecil 50 cm.
3. Melubangi
penutup pipa kecil serta penutup jeregen sesuai ukuran lubang pentil ban.
4. Memasukkan
pentil ban kedalam penutup pipa kecil begitupula dengan penutup jeregen.
5. Memberi lem
pipa pada pinggiran pentil agar tidak terlepas.
6. Memasukkan
selang pada setiap pentil sehingga jeregen dan pipa terhubung.
7. Memasukkan
air secukupnya kedalam pipa besar.
8. Memasukkan
pipa kecil tadi kedalam pipa besar yang berisi air.
9. Member
skala pada pipa kecil mulai dari batas ujung pipa besar hingga ujung pipa kecil
3.3.2 Pembuatan
Fermentasi Pulp Kakao
1. Mengambil
limbah pulp kakao sebanyak 5 kg.
2. Menghaluskan
pulp kakao menggunakan blender.
3. Menambahkan
air secukupnya.
4. Memasukkan
pulp kakao kedalam ember berukuran
besar.
5. Menutup
ember, lalu merekatkannya dengan lakban agar tidak terkontaminasi oleh udara
luar selama fermentasi.
6. Menyimpannya
ditempat yang aman dan jauh dari paparan sinar matahari.
3.3.3 Pengukuran
Kadar Air
1. Menyiapkan
hasil fermentasi dari pulp kakao.
2. Membuka
penutup ember, lalu mengaduk cairan pulp kakao hingga tercampur rata.
3. Menimbang
berat awal dari cawan petri dengan timbangan analitik.
4. Mengambil
sampel pulp kakao secukupnya, lalu dimasukkan kedalam cawan petri.
5. Menimbang
kembali cawan petri yang berisi pulp kakao.
6. Memasukkan
cawan petri kedalam oven selama 1 hari dengan suhu 800C
7. Menimbang
kembali cawan petri yang telah dioven.
8. Mencatat
serta menghitung setiap data yang ada.
3.3.4 Pembuatan
Biogas
1. Setelah
kadar air sesuai dengan ketentuan, maka selanjutnya yaitu pemberian inokulum
yang kemudian dilakukan pengukuran pH yakni 6-7, jika kurang maka ditambahkan
kapur secukupnya.
2. Memasukkan
cairan pulp kakao kedalam jeregen atau digester sederhana sesuai takaran.
3. Melihat
peningkatan volume gas yang ditunjukkan oleh kenaikan pipa kecil akibat adanya
tekanan gas metan.
4. Mencatat
tiap kenaikan volume.
3.1.5 Aplikasi Pupuk Organik Pulp Kakao
1. Menyiapkan alat dan bahan.
2. Menimbang tanah 2 kg.
3. Memasukkan tanah kedalam polibag.
4. Mencampur tanah dengan pupuk pulp kakao.
5. Melakukan penanaman jagung.
6. Mengamati dan mengukur tinggi tanaman.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran
Tinggi Tanaman Jagung Dengan Beberapa Perlakuan
Hari
|
Tinggi Tanaman
|
||||
Plup Kakao
|
Kotoran Ternak
|
Eceng Gondok
|
Daun Kering C
|
Daun Kering F
|
|
1
|
`0.8 cm
|
0.5 cm
|
1.1 cm
|
0.6 cm
|
0.4 cm
|
2
|
1.3 cm
|
0.6 cm
|
1.7 cm
|
0.8 cm
|
0.6 cm
|
3
|
1.5 cm
|
1.2 cm
|
2.3 cm
|
1.2 cm
|
0.7 cm
|
4
|
1.7 cm
|
1.2 cm
|
3 cm
|
1.4 cm
|
0.8 cm
|
5
|
1.8 cm
|
1.7 cm
|
3.7 cm
|
1.4 cm
|
2.7 cm
|
6
|
1.9 cm
|
2 cm
|
3.9 cm
|
1.7 cm
|
3 cm
|
7
|
2 cm
|
2.1 cm
|
4.3 cm
|
1.8 cm
|
3.3 cm
|
Rata-rata
|
1.6 cm
|
1.3 cm
|
2.9
|
1.3 cm
|
1.6 cm
|
Sumber: Data
Primer Setelah Diolah, 2016
Tabel 2. Data Hasil Jumlah Daun
Tanaman Jagung Dengan Beberapa Perlakuan
Perlakuan
|
Jumlah Daun Hari Ke-
|
||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
|
Eceng gondok
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Pulp Kakao
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Daun Kering C
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Kotoran Sapi
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Daun Kering F
|
0
|
0
|
0
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Kontrol
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Sisa Makanan
|
0
|
0
|
1
|
1
|
2
|
3
|
3
|
Sumber: Data Primer Setelah Diolah 2016
Tabel 3. Dosis Pupuk dan Dosis
Slurry
Perlakuan
|
Berat Tanah
|
Berat Slurry
|
Eceng Gondok
|
2 kg
|
20 gr
|
Pulp Kakao
|
2 kg
|
90 gr
|
Daun Kering Kelas C
|
2 kg
|
24 gr
|
Kotoran Sapi
|
2 kg
|
40 gr
|
Daun Kering Kelas F
|
2 kg
|
20 gr
|
Kontrol
|
2 kg
|
-
|
Sisa Makanan
|
2 kg
|
140
|
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016
Gambar 1. Hasil aplikasi pupuk
oraganik
4.2 Pembahasan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat kita
lihat bahwa pada aplikasi pupuk organik dari ampas pembuatan biogas pada
tanaman jagung dari pulp kakao memiliki rata-rata tinggi tanaman 1,6 cm sama halnya dengan daun kering yang diambil dibelakang fakultas pertanian
juga mencapai rata-rata 1,6 cm. Pada kotoran ternak mencapai rata-rata tinggi
tanaman jagung 1.3 cm sama halnya dengan daun kering yang diambil dari depan
fakultas pertanian juga mencapai tinggi tanaman 1,3 cm, sedangkan pada eceng
gondok mencapai rata-rata tinggi tanaman jagung adalah 2,9. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pupuk organik dari ampas pembuatan biogas yang paling subur
adalah bahan yang berasal dari tanaman eceng gondok kemudian disusul pulp kakao
lalu daun kering dan yang paling rendah adalah kotoran ternak.
Pada aplikasi pupuk dilapangan dilakukan dengan langsung
mengunakan ampas dari pembuatan biogas dan mencampurnya dengan tanah lalu
ditanami dengan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa sisah dari pembuatan biogas
dapat langsung digunakan sebagai pupuk tanpa harus dikelolah lagi. Hal ini
sesuai dengan pendapat Wahyuni (2011) yang mengungkapkan bahwa Bio-slurry
cair dapat langsung digunakan di pekarangan rumah yang hanya memerlukan jumlah
yang sedikit. Jika diperlukan untuk penggunaan di kebun dalam jumlah banyak,
bio-slurry cair dapat diangkut menggunakan kendaraan.
Pada pembuatan biogas dikatakan gagal karena tidak terdapat
peningkatan pada pipa kecil dalam pipa besar, hal ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor salasatunya adalah faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan
yang optimum bagi bakteri untu hidup. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Murjito (2008) yang mengungkapkan bahwa keberhasilan proses pembuatan
biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap
kehidupan dan aktivitas bakteri dalam poses fermentasi anaerob. Kondisi
lingkungan yang optimal, akan mendukung
aktivitas bakteri dalam melakukan proses fermentasi anaerob yang
optimal, sehingga menghasilkan produksi biogas yang optimal.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahawa:
1.
Pulp kakao dapat
dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam pembuatan biogas yang kemudian
dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair yang dapat langsung digunakan
dilapangan.
2.
Pupuk organik dari
ampas pembuatan biogas yang paling subur adalah bahan yang berasal dari tanaman
eceng gondok kemudian disusul pulp kakao lalu daun kering dan yang paling
rendah adalah kotoran ternak.
5.2 Saran
Sebaiknya saat pada saat membuat biogas
hal yang harus diperhatikan adalah kadar air dan pHnya agar mikroorganisme yang
menguarai bahan menjadi biogas dapat hidup dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Kamase
Care. 2014. Cara Muda Membuat Digester
Biogas. Jakarta. Kamase.
Kristiani
P , Sabarudin La Ode dan Melati R. 2014. Waktu
Optimum Fermentasi Limbah Pulp Kakao (Theobroma cacao L.) Menggunakan Kulit
Buah Kakao (Sonneratia sp.) Dalam Produksi Bioetanol. Kendari. Universitas
Haluoleo.
Mujahidah,
Mappiratu, dan Sikanna, R.. 2013. Kajian
Teknologi Produksi Biogasdari Sampah Basah Rumah Tangga. Jurnal of Natural
Science, 2(1): 25-34.
Murjito, 2008,
Desain Alat
Penangkap Gas Methan
pada Sampah menjadi Biogas, Fakultas
Teknik Mesin Universitas
Muhammadiyah Malang,Malang.
Wahyuni,
S. 2011. Biogas, Penebar Swadaya.
Jakarta.