Sabtu, 17 November 2018

Laporan Praktikum Kesuburan Tanah "PEMANFAATAN LIMBAH KAKAO (PULP KAKAO) MENJADI POC (PUPUK ORGANIK CAIR) DAN BIOGAS"

Laporan Praktikum
Kesuburan Tanah

PEMANFAATAN LIMBAH KAKAO (PULP KAKAO)
MENJADI POC (PUPUK ORGANIK CAIR) DAN BIOGAS





Disusun Oleh:

Yohanis Sarma
G11115536



PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017






BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) adalah tanaman perkebunan yang umumnya tumbuh di daerah tropis. Bagian dari buah kakao yang dimanfaatkan berupa biji, yang nantinya diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan bubuk coklat, biasa digunakan sebagai minuman penyegar dan makanan ringan. Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
   Pada industri pertanian kakao, untuk mengatasi masalah ini, maka salah satu cara yang dapat dilaksanakan adalah melaksanakan pengolahan limbah pertanian kakao. Limbah tersebut meliputi limpah pra-panen dan limbah pasca-panen. Tujuan dari pengolahan limbah sendiri adalah untuk menjaga kstabilan ekologi pertanian kakao. Tanaman kakao banyak menghasilkan limbah. Limbah tersebut antara lain adalah pulp, kulit buah, dan daging buah. Selain itu, terdapat limbah pra-panen merupakan daun dan seresah pohon.
Pengolahan limbah kakao sangat perlu dilakukan dikarenakan tanaman kakao merupakan tanaman yang secara umum dimanfaatkan bagian bijinya saja. Bagian buah lain tidak digunakan menjadi bahan utama. Pemanfaatan limbah buah kakao maupun pemanfaatan limbah pra-panen pada tanaman kakao. Oleh karena itu dilakukan praktikum pengelolahan limbah kakao yaitu plup kakao sebagai biogas dan pupuk organik.
1.2     Tujuan dan Kegunaan
          Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara mengelolah limbah kakao menjadi biogas dan pupuk organik.
          Kegunaan dari praktikum ini adalah sebagai sumber informasi dan pembelajaran tentang pengelolahan limbah kakao menjadi bahan yang berguna.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Limbah Pertanian
          Banyak terdapat limbah seperti limbah perkotaan, limbah rumah tangga dan limbah pertanian. Limbah pertanian meliputi semua hasil proses pertanian yang tidak termanfaatkan atau belum memiliki nilai ekonomis. Salah satu cara untuk memanfaatkan limbah pertanian adalah dengan dijadikan kompos, seperti halnya dengan lendir atau pulp buah kakao. Mujahidah (2013) mengemukakan bahwa pulp buah kakao dapat dimanfaatkan sebagai sumber unsur hara tanaman dalam bentuk kompos, pakan ternak, produksi biogas dan sumber pektin. Sebagai bahan organik, kulit buah kakao mempunyai komposisi hara dan senyawa yang sangat potensial sebagai medium tumbuh tanaman.
          Limbah pertanian berupa limbah tanaman merupakan hasil sampingan dari tanaman yang dibudidayakan dan kaya bahan organik yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai  pupuk tanaman. Selain itu limbah pertanian juga dapat berupa sisa pestisida. Limbah Pertanian diartikan sebagai bahan yang dibuang di sektor pertanian,misalnya sabut dan tempurung kelapa,jerami dan dedak padi, kulit.. Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan Saat panen serta limbah pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah industri pertanian (Mujahidah,2013).
2.2     Limbah Pulp Kakao
          Pada dasarnya buah kakao terdiri atas 4 bagian yakni: kulit, placenta, pulp, dan biji. Buah kakao masak berisi 30-40 biji yang diselubungi oleh pulp dan placenta. Pulp merupakan jaringan halus yang berlendir yang membungkus biji kakao, keadaan zat yang menyusun pulp terdiri dari 80-90% air dan 8-14% gula sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi (Bintoro, 1977). Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan baku bioetanol adalah cairan pulp kakao (Theobroma cacao L). Cairan pulp mempunyai kandungan gula yang cukup tinggi. Cairan pulpmerupakan hasil samping dari fermentasi biji kakao yang kemudian dibuang, biasanya cairan pulp kakao dibuang ke sungai sehingga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan (Kristiani dkk, 2014).
          Limbah cairan pulp kakao merupakan salah satu bahan baku yang dapat di proses lebih lanjut sebagai sumber energi alternatif yaitu bioetanol. Ketersediaan yang cukup melimpah dan tidak digunakan sebagai bahan pangan sehingga penggunaannya sebagai sumber energi tidak mengganggu pasokan bahan pangan. Kulit bakau telah dikenal mampu meningkatkan kadar etanol pada fermentasi dan dapat pula menghambat pembentukan asam asetat. Firdaus (2003), dalam penelitiannya terhadap penambahan serbuk kulit batang Sonneratia sp. pada fermentasi nira aren terlihat bahwa etanol yang diperoleh dari fermentasi tanpa penambahan serbuk kulit kayu Sonneratia sp. secara keseluruhan menurun dengan bertambahnya waktu fermentasi (Kristiani dkk, 2014).
2.3     Pengelolahan limbah Pulp Kakao Menjadi Biogas
2.3.1  Digester
          Yang dimaksud digester biogas terpadu adalah pengelolaan biogas yang menyatu dengan pengolahan limbah biogas menjadi pupuk organik siap pakai. Jadi disamping mendapatkan gas bio yang dapat dipakai untuk memasak sehari-hari juga menghasilkan limbah dalam bentuk padat dan cair yang dapat diolah dan dijadikan sebagai pupuk organik bermutu tinggi dan laku untuk dijual. Limbah biogas bila tidak ditangani dengan baik dan benar akan menimbulkan pencemaran lingkungan yang berdampak pada kesehatan dan kenyamanan masyarakat disekitarnya. Sebaliknya bila ditangani dengan baik dan benar akan dapat menambah income yang jauh lebih besar dibandingkan nilai gas itu sendiri (Care Kamase, 2014).
          Limbah dari digester biogas ada dua macam, yaitu bentuk padatan/lumpur dan cair. Tetapi limbah padat pada umumnya jumlahnya relatif kecil, bahkan untuk limbah lindi dan manyon tahu hampir tidak ada lumpur/limbah padatnya, disamping itu pengolahan pupuk padat lebih rumit. Keuntungan akan berlipat ganda jika limbah digester biogas ditingkatkan unsur haranya sehingga menjadi pupuk organik yang memiliki nilai jual tinggi (Care Kamase, 2014)..
2.3.2 Proses Pembentukan Gas Metan
          Proses terbentuknya biogas dari material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) diuraikan menjadi dua tahap dengan bantuan bakteri. Tahap pertama material orgranik didegradasi menjadi asam lemah oleh bakteri pembentuk asam. Bakteri tersebut menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Setelah material organik berubah menjadi asam asam, maka tahap kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium. Perkembangan proses anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi (Wahyuni,2011).
          Untuk memproduksi biogas, kita harus membangun instalasinya terlebih dahulu. Jenis intalasi yang akan dibangun disesuaikan dengan kapasitas yang kita inginkan sesuai dengan jumlah bahan organik yang tersedia dan dana. Biaya yang paling besar dalam proses pembuatan intalasi biogas adalah tipe reaktornya / digester. Tipe reaktor atau digester yang sudah familier adalah tipe kubah tetap (fixed dome type), tipe terapung (floating drum type) dan reaktor balon. Dilihat dari sisi konstruksinya, pada umumnya hanya digolongkan menjadi dua yaitu reaktor tipe kubah tetap dan terapung. Fixed dome (kubah tetap) mewakili konstruksi reaktor yang memiliki volume tetap sehingga produksi gas akan meningkatkan tekanan di dalam reaktor. Sedangkan floating drum (terapung) berarti ada bagian pada konstruksi reaktor yang dapat bergerak untuk menyesuaikan dengan kenaikan tekanan reaktor. Pergerakan bagian reaktor tersebut juga menjadi tanda telah dimulainya produksi gas di dalam reaktor biogas (Wahyuni,2011).
2.3.3  Syarat yang Diperlukan Untuk Proses Metanogenesis
          Metanogenesis ialah proses pembentukan gas metan dengan bantuan bakteri pembentuk metan seperti Mathanobacterium, Mathanobacillus, Methanosacaria, dan Methanococcus. Tahap ini mengubah asam-asam lemak rantai pendek menjadi H2, CO2, dan asetat. Asetat akan mengalami dekarboksilasi dan reduksi CO2, kemudian bersama-sama dengan H2 dan CO2 menghasilkan produk akhir, yaitu metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) (Murjito, 2008).
          Pada tahap methanogenik, asam-asam organik selanjutnya dirombak oleh bakteri Methanogen menjadi gas metana, karbondioksida dan beberapa gas dalam jumlah rendah. Beberapa referensi menyebutkan bahwa bakteri yang berperan dalam proses degradasi bahan organik secara anaerob, yaitu:
a. Kelompok bakteri Fermentatif                    :Streptococoi, Bacterioides dan beberapa jenis bakteri Enterobacterriaceae.
b. Kelompok bakteri Asetogenik                    : Desulfovibrio.
c. Kelompok bakteri Methanogenesis             : Methanobacterium, Methanococcus.
          Keberhasilan proses pembuatan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan aktivitas bakteri dalam poses fermentasi anaerob. Kondisi lingkungan yang optimal, akan mendukung  aktivitas bakteri dalam melakukan proses fermentasi anaerob yang optimal, sehingga menghasilkan produksi biogas yang optimal. Kondisi lingkungan yang perlu diperhatikan (Murjito, 2008)
2.4     Pupuk Organik Hasil Biogas
          Pupuk organik hasil dari biogas ada yang disebut Bio-slurry.  Bio-slurry adalah Campuran kotoran dan air ke dalam bangunan biogas berwujud setengah cairan dinamakan “slurry mentah”. Slurry yang belum dicerna ini melalui proses pencernaan anaerobik atau fermentasi di dalam digester biogas dan berubah menjadi bahan bakar gas yang dinamakan “biogas”. Sisa dari fermentasi keluar sebagai lumpur yang dikenal sebagai “bio-slurry tercerna”. Komposisi bio-slurry tergantung dari suapan dan jumlah air yang ditambahkan ke kotoran. Ketika kotoran dicampur dengan jumlah air yang sama, setelah pencernaan komposisi slurry tercatat sebagai: 93% air dan 7% bahan kering. Nitrogen (N), Phosphorus (P) dan Potassium (K) merupakan nutrisi yang amat diperlukan tanaman. Konten NPK di cairan slurry adalah 0.25, 0.13 dan 0.12% masing-masing (Wahyuni, 2011).
          Bio-slurry cair dapat langsung digunakan di pekarangan rumah yang hanya memerlukan jumlah yang sedikit. Jika diperlukan untuk penggunaan di kebun dalam jumlah banyak, bio-slurry cair dapat diangkut menggunakan kendaraan. Untuk lahan berbukit atau miring (lereng), gunakan bio-slurry padat atau yang sudah dikomposkan untuk mempermudah penanganan dan pengangkutan. Bio-slurry cair dan padat bisa digunakan pada tanaman di pekarangan. Bio-slurry cair digunakan dengan menyiramkan ke pot/polybag atau tanah. Bio-slurry padat digunakan dengan cara disebar saat pengolahan tanah dan pertengahan musim tanam. Hal yang sama dapat dilakukan di kebun dengan menggunakan bio-slurry cair atau padat atau kombinasi keduanya (1) saat olah lahan, (2) dengan cara disiramkan per lubang bila menggunakan mulsa atau (3) disiramkan di antara tanaman (Wahyuni, 2011).






BAB III
METODOLOGI
3.1     Tempat dan Waktu
Praktikum Pengolahan Limbah Pulp Kakao menjadi Biogas dan Pupuk Organik dilaksanakan di Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, yang dilakukan setiap hari Sabtu, tanggal 08 sampai 22 Oktober 2016, pukul 16.00 WITA sampai selesai.
3.2     Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu jeregen hitam 5 liter  pipa besar, pipa kecil, penutup pipa, pentil ban bekas, selang 1 meter, lem pipa, blender, ember, oven, cawan petri, spidol, dan timbangan. Adapun bahan yang digunakan yaitu limbah pulp kakao, inokulum, kapur, dan air.
3.3     Prosedur Kerja
3.3.1  Pembuatan Gester Sederhana
1.       Menyiapkan alat dan bahan
2.       Memotong pipa besar dengan panjang 45 cm dan pipa kecil 50 cm.
3.       Melubangi penutup pipa kecil serta penutup jeregen sesuai ukuran lubang pentil ban.
4.       Memasukkan pentil ban kedalam penutup pipa kecil begitupula dengan penutup jeregen.
5.       Memberi lem pipa pada pinggiran pentil agar tidak terlepas.
6.       Memasukkan selang pada setiap pentil sehingga jeregen dan pipa terhubung.
7.       Memasukkan air secukupnya kedalam pipa besar.
8.       Memasukkan pipa kecil tadi kedalam pipa besar yang berisi air.
9.       Member skala pada pipa kecil mulai dari batas ujung pipa besar hingga ujung pipa kecil
3.3.2  Pembuatan Fermentasi Pulp Kakao
1.       Mengambil limbah pulp kakao sebanyak 5 kg.
2.       Menghaluskan pulp kakao menggunakan blender.
3.       Menambahkan air secukupnya.
4.       Memasukkan pulp kakao kedalam  ember berukuran besar.
5.       Menutup ember, lalu merekatkannya dengan lakban agar tidak terkontaminasi oleh udara luar selama fermentasi.
6.       Menyimpannya ditempat yang aman dan jauh dari paparan sinar matahari.
3.3.3  Pengukuran Kadar Air
1.       Menyiapkan hasil fermentasi dari pulp kakao.
2.       Membuka penutup ember, lalu mengaduk cairan pulp kakao hingga tercampur rata.
3.       Menimbang berat awal dari cawan petri dengan timbangan analitik.
4.       Mengambil sampel pulp kakao secukupnya, lalu dimasukkan kedalam cawan petri.
5.       Menimbang kembali cawan petri yang berisi pulp kakao.
6.       Memasukkan cawan petri kedalam oven selama 1 hari dengan suhu 800C
7.       Menimbang kembali cawan petri yang telah dioven.
8.       Mencatat serta menghitung setiap data yang ada.
3.3.4  Pembuatan Biogas
1.       Setelah kadar air sesuai dengan ketentuan, maka selanjutnya yaitu pemberian inokulum yang kemudian dilakukan pengukuran pH yakni 6-7, jika kurang maka ditambahkan kapur secukupnya.
2.       Memasukkan cairan pulp kakao kedalam jeregen atau digester sederhana sesuai takaran.
3.       Melihat peningkatan volume gas yang ditunjukkan oleh kenaikan pipa kecil akibat adanya tekanan gas metan.
4.       Mencatat tiap kenaikan volume.
3.1.5  Aplikasi Pupuk Organik Pulp Kakao
1.       Menyiapkan alat dan bahan.
2.       Menimbang tanah 2 kg.
3.       Memasukkan tanah kedalam polibag.
4.       Mencampur tanah dengan pupuk pulp kakao.
5.       Melakukan penanaman jagung.
6.       Mengamati dan mengukur tinggi tanaman.







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1     Hasil
Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Jagung Dengan Beberapa Perlakuan
Hari
Tinggi Tanaman
Plup Kakao
Kotoran Ternak
Eceng Gondok
Daun Kering C
Daun Kering F
1
`0.8 cm
0.5 cm
1.1 cm
0.6 cm
0.4 cm
2
1.3 cm
0.6 cm
1.7 cm
0.8 cm
0.6 cm
3
1.5 cm
1.2 cm
2.3 cm
1.2 cm
0.7 cm
4
1.7 cm
1.2 cm
3 cm
1.4 cm
0.8 cm
5
1.8 cm
1.7 cm
3.7 cm
1.4 cm
2.7 cm
6
1.9 cm
2 cm
3.9 cm
1.7 cm
3 cm
7
2 cm
2.1 cm
4.3 cm
1.8 cm
3.3 cm
Rata-rata
1.6 cm
1.3 cm
2.9
1.3 cm
1.6 cm
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016
Tabel 2. Data Hasil Jumlah Daun Tanaman Jagung Dengan Beberapa Perlakuan
Perlakuan
Jumlah Daun Hari Ke-
1
2
3
4
5
6
7
Eceng gondok
0
0
1
1
2
3
3
Pulp Kakao
0
0
1
1
2
3
3
Daun Kering C
0
0
1
1
2
3
3
Kotoran Sapi
0
0
1
1
2
3
3
Daun Kering F
0
0
0
1
2
3
3
Kontrol
0
0
1
1
2
3
3
Sisa Makanan
0
0
1
1
2
3
3
Sumber: Data Primer Setelah Diolah 2016


Tabel 3. Dosis Pupuk dan Dosis Slurry
Perlakuan
Berat Tanah
Berat Slurry
Eceng Gondok
2 kg
20 gr
Pulp Kakao
2 kg
90 gr
Daun Kering Kelas C
2 kg
24 gr
Kotoran Sapi
2 kg
40 gr
Daun Kering Kelas F
2 kg
20 gr
Kontrol
2 kg
-
Sisa Makanan
2 kg
140
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2016
Gambar 1. Hasil aplikasi pupuk oraganik
4.2     Pembahasan
          Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat kita lihat bahwa pada aplikasi pupuk organik dari ampas pembuatan biogas pada tanaman jagung dari pulp kakao memiliki rata-rata tinggi tanaman 1,6 cm  sama halnya dengan daun kering  yang diambil dibelakang fakultas pertanian juga mencapai rata-rata 1,6 cm. Pada kotoran ternak mencapai rata-rata tinggi tanaman jagung 1.3 cm sama halnya dengan daun kering yang diambil dari depan fakultas pertanian juga mencapai tinggi tanaman 1,3 cm, sedangkan pada eceng gondok mencapai rata-rata tinggi tanaman jagung adalah 2,9. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pupuk organik dari ampas pembuatan biogas yang paling subur adalah bahan yang berasal dari tanaman eceng gondok kemudian disusul pulp kakao lalu daun kering dan yang paling rendah adalah kotoran ternak.
          Pada aplikasi pupuk dilapangan dilakukan dengan langsung mengunakan ampas dari pembuatan biogas dan mencampurnya dengan tanah lalu ditanami dengan jagung. Hal ini menunjukkan bahwa sisah dari pembuatan biogas dapat langsung digunakan sebagai pupuk tanpa harus dikelolah lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni (2011) yang mengungkapkan bahwa Bio-slurry cair dapat langsung digunakan di pekarangan rumah yang hanya memerlukan jumlah yang sedikit. Jika diperlukan untuk penggunaan di kebun dalam jumlah banyak, bio-slurry cair dapat diangkut menggunakan kendaraan.  
          Pada pembuatan biogas dikatakan gagal karena tidak terdapat peningkatan pada pipa kecil dalam pipa besar, hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salasatunya adalah faktor lingkungan yang tidak sesuai dengan lingkungan yang optimum bagi bakteri untu hidup. Hal ini sesuai dengan dengan pendapat Murjito (2008) yang mengungkapkan bahwa keberhasilan proses pembuatan biogas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan aktivitas bakteri dalam poses fermentasi anaerob. Kondisi lingkungan yang optimal, akan mendukung  aktivitas bakteri dalam melakukan proses fermentasi anaerob yang optimal, sehingga menghasilkan produksi biogas yang optimal.





BAB V
PENUTUP
5.1     Kesimpulan
          Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahawa:
1.         Pulp kakao dapat dimanfaatkan sebagai bahan utama dalam pembuatan biogas yang kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair yang dapat langsung digunakan dilapangan.
2.         Pupuk organik dari ampas pembuatan biogas yang paling subur adalah bahan yang berasal dari tanaman eceng gondok kemudian disusul pulp kakao lalu daun kering dan yang paling rendah adalah kotoran ternak.
5.2  Saran
       Sebaiknya saat pada saat membuat biogas hal yang harus diperhatikan adalah kadar air dan pHnya agar mikroorganisme yang menguarai bahan menjadi biogas dapat hidup dengan baik.
         


  
DAFTAR PUSTAKA
Kamase Care. 2014. Cara Muda Membuat Digester Biogas. Jakarta. Kamase.
Kristiani P , Sabarudin La Ode dan Melati R. 2014. Waktu Optimum Fermentasi Limbah Pulp Kakao (Theobroma cacao L.) Menggunakan Kulit Buah Kakao (Sonneratia sp.) Dalam Produksi Bioetanol. Kendari. Universitas Haluoleo.
Mujahidah, Mappiratu, dan Sikanna, R.. 2013. Kajian Teknologi Produksi Biogasdari Sampah Basah Rumah Tangga. Jurnal of Natural Science, 2(1): 25-34.
Murjito,   2008,  Desain   Alat   Penangkap   Gas   Methan   pada   Sampah   menjadi Biogas,   Fakultas   Teknik   Mesin   Universitas   Muhammadiyah   Malang,Malang.
Wahyuni, S. 2011. Biogas, Penebar Swadaya. Jakarta.