Praktikum 1
Agroklimatologi
Curah Hujan
Nama :Yohanis
Sarma
NIM :G11115536
Kelompok :13
Asisten :Yopie
Brian Panggebean
PRODI
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
HASANUDDIN
MAKASSAR
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Provinsi Sulawesi
Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur
Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km² yang terbagi menjadi 21 kabupaten dan 3
kotamadya dan terdiri dari 304 kecamatan dan 2.953 desa/kelurahan, wilayah
provinsi ini dilalui oleh 67 sungai, dan juga terdapat 7 gunung, serta 4 danau.
Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara,
Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores
di selatan. Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah
hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan
tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif
bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya curam, lebih 45 persen tanahnya curam bergunung.
Kabupaten Jeneponto
adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia.
Ibu kota kabupaten ini terletak di Bontosunggu. Kabupaten ini memiliki luas
wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 330.735 jiwa, kondisi tanah
(topografi) pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500
sampai dengan 1400 m, bagian tengah 100 sampai dengan 500 m dan pada bagian
selatan 0 sampai dengan 150 m di atas permukaan laut. dan memiliki pelabuhan
yang besar terletak di desa Bungeng (Yuhardin, 2006).
Hujan adalah sebuah
presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti salju,
batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat
menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di
Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang
cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan.
Curah hujan merupakan
jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan
tinggi (mm) di atas permukaan horizontal
bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. ). Jadi, jumlah
curah hujan yang diukur, sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan
air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi.
Schmidt dan Fergusson
menggunakan dasar adanya bulan basah dan bulan kering seperti yang dikemukakan
oleh Mohr. Perbedaan terdapat pada cara mencari bulan basah dan bulan kering.
Hal ini juga merupakan alasan pembagian iklim tersendiri untuk Indonesia.
Menurut Mohr bulan basah dan bulan kering.
Iklim adalah kondisi
rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau
planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi. Iklim di suatu
tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut.
Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan
musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim
menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Berdasarkan
posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal
kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola
perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika
(23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan
kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
2.1 Tujuan
dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum
curah hujan dan spesifikasi iklim adalah untuk mengetahui keadaan iklim atau
curah hujan suatu wilaya dan untuk mengetahui cara menghitung data dari hasil
pengamatan curah hujan suatu wilayah.
Manfaat
dari praktikum ini adalah sebagai informasi keadaan curah hujan pada suatu
wilaya agar kita dapat menentukan waktu yang tepat dalam melakukan suatu
kegiatan dalam hal becocok tanam.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Data Kabupaten
Kabupaten Jeneponto
terletek di ujung bagian barat dari wilayah Propinsi Sulawesi selatan dan merupakan
daerah pesisir pantai yang terbentang sepanjang ± 95 di bagian selatan. Secara
geografis terletek diantara 50 16’ 13” – 50 39’ 35” Lintang Selatan dan 120 40’
19” – 120 7’ 51” Bujur Timur. Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan : Ditinjau
dari batas-batasnya maka pada sebelah Utara berbatasan dengan Gowa, sebelah
selatan berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Takalar dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng
(Yuhardin, 2006).
Kabupaten
Jeneponto memiliki wilayah seluas 74.979 ha atau 749,79 km2. Luas Wilayah
Kabupaten Jeneponto tersebut bila dilihat dari jenis penggunaan tanahnya, maka
penggunaan tanah yang terluas pertama tahun 1999 adalah Tegalan/Kebun seluas
35.488 ha atau 47,33%, terluas kedua adalah Sawah Panen Satu Kali seluas 12.418
ha atau 16,56%, terluas ketiga adalah Hutan Negara seluas 9.950 ha atau 13,27%,
sedangkan penggunaan tanah untuk Pekarangan seluas 1.320 ha atau 1,76% dan yang
terendah adalah Ladang atau Huma seluas 31 ha atau 0,04% (Yuhardin, 2006).
2.2 Curah
Hujan Kabupaten 5 Tahun Terakhir
Curah
hujan di wilayah Kabupaten Jeneponto pada umumnya tidak merata, hal ini
menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah semi kering. Curah hujan di
Kabupaten Jeneponto yang tertinggi biasanya jatuh pada Bulan Januari sedangkan
curah hujan terendah atau terkering terjadi pada Bulan Juni, Agustus, September
dan Oktober (Yuhardin, 2006).
2.3
Hujan Spesifik
Pola
curah hujan spesifik dan berintensitas tinggi seperti di Indonesia membutuhkan
pengembangan model prediksi curah hujan terintegrasi. Itu untuk meningkatkan
akurasi perkiraan curah hujan lebat yang berpotensi banjir. Pemodelan itu
mengacu kondisi interaksi dinamis laut dan atmosfer di Indonesia, yang sebagian
besar wilayahnya lautan.pemodelan curah hujan sangat diperlukan, terutama di
perkotaan terkait penataan ruang dan mitigasi banjir. Banjir mengancam banyak
kota besar di Indonesia yang umumnya di wilayah pantai (Fadli, 2013)
2.4
Iklim spesifik
Klasifikasi
iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya,
misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim
yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi
hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung
mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002).
Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim
akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun
siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas
manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala
global maupun skala lokal (Irianto,
2003).
2.5
Schmidt-Ferguson
Selama
ini pemanfaatan data-data iklim lama masih sering digunakan karena kurangnya
penelitian tentang iklim, khususnya skala lokal. Hal ini juga terjadi pada
penentuan zona-zona iklim seperti zona iklim
klasifikasi Schmidt-Ferguson. Di Pulau Lombok Schmidt-Ferguson pernah
menganalisa data curah hujan untuk menentukan tipe-tipe iklim yang di
publikasikan pada tahun 1951 dan data-data itu masih digunakan sampai sekarang.
Seiring dengan terjadinya perubahan iklim dan bertambahnya pos penakar curah
hujan kemungkinan terjadinya perubahan tipe-tipe iklim klasifikasi
Schmidt-Ferguson sangat besar, sedangkan data-data ini masih digunakan sebagai
dasar penelitian, perencanaan dan pengambil keputusan pada masa sekarang yang
apabila dihubungkan dengan waktu penelitian dan perubahan iklim maka data-data
tersebut sudah tidak begitu valid(Irianto, 2003).
2.6
Oldeman
Klasifikasi iklim yang
tepat digunakan untuk pertanian adalah klasifikasi iklim menurut Oldeman.
Klasifikasi iklim Oldeman memakai unsur curah hujan sebagai dasar penentuan
klasifikasi iklimnya.Tipe utama klasifikasi Oldeman didasarkan pada jumlah
bulan basah berturut-turut, yaitu: zona A, zona B, zona C, zona D, dan zona E.
Sedangkan subtipenya didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut yaitu:
zona 1, zona 2, zona 3, dan zona 4. Perubahan iklim akan mempengaruhi
hasil-hasil penelitian yang selama ini menggunakan iklim sebagai bahan penyusun
utama dari penelitian tersebut, seperti misalnyapeta iklim yang dibuat oleh
Oldeman (Lakitan, 2002).
BAB III
METODOLOGI
3.1
Waktu danTempat
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium
Agroklimatologi dan Statistika, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin,
Pada hari Senin, 21 Maret 2016, pukul 08.00 sampai selesei.
3.2 Cara
Pengukuran
Pengukuran curah
hujan dilakukan dilakukan setiap jam 07.00 pagi atau setiap jam 06.00 sore.
Adapun pengukuran dilakukan sebagai berikut:
1.
Memegang
gelas ukur tegak lurus dibawah kran.
2.
Membuka
kran air.
3.
Apabilah
jumlah air pada gelas ukur men unjukkan kurang dari 0,5 maka ditulis 0 dan jika
jumlah curah hujan menunjukkan diatas 0,5 ditulis 1.
BAB IV
HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1.
Data curah hujan 15 tahun terakhir.
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
Tabel 2.
Data curah hujan setelah diboboti.
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
3. Data setelah rangking.
Sumber : Data yang telah
diolah, 2016
Tabel 4. Scmidt-Perguson
Tabel 5. Oldemen
Grafik 1. Grafik curah hujan
40%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
Grafik 2. Grafik curah hujan
50%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
Grafik 3. Grafik curah hujan
60%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
Grafik 4. Grafik curah hujan
40%, 50% dan 60%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
4.2 Pembahasan
Pada pengamatan data curah hujan yang diperoleh yaitu data hujan yang
diolah dan diamati adalah data hujan dari Kabupaten Jeneponto selama 15 tahun,
terhitung dari tahun 1999 – 2014 .pengamatan curah hujan harian dan curah hujan
kumulatif, Hujan harian adalah Curah hujan yang diukur berdasarkan jangka waktu
satu hari (24 jam). Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu
periode tertentu seperti mingguan, 10 harian, dan bulanan, serta tahunan.
Dari data diatas dapat kita lihat bahwah curah hujan cukup tinggi
rata-rata milai bulan desember dan januari. Data curah hujan paling rendah
mulai dari bukan Juli hinga bukan November. Dari data tersebut kita dapat
memperkirakan jadwal penanaman dan jadwal panen yang tepat, sehingga gagal
panen dapat dicegah dan produksi bisah lebih banyak dari sebelumnya.
Pada data peluang perkiraan curah hujan tahun sebelumnya 40%, 50% dan
60%, dapat kita lihat bahwa curah hujan dengan peluang 40% paling tinggi pada bulan Desember dan
Januari. Curah hujan paling rendah pada bulan Agustus sampai Oktober. Kemudian
pada peluang 50% curah hujan paling tinggi pada bulan Januari, Juni dan
Desember. Curah hujan paling renda pada bulan
Juli hingga pada bulan November. Sedangkan pada peluang 60% curah hujan
tinggi terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember. Kemudian curah hujan
rendah pada bulan Juni hingga November.
Dari data peluang terjadinya
hujan tahun berikutnya 40%, 50% dan 60%. dapat kita lihat bahwa rata-rata curah
hujan tinggi terjadi pada bulan Januari dan bulan desember. Sedangkan curah
hujan rendah mulai pada bulan Juni hingga November.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1.
Dari
data tersebut dapat kita simpulkan bahwa bahwa curah hujan di Kabupaten
Jeneponto termasuk rendah karena curah hujan tinggi hannya terjadi selama 2
bulan. Prediksi peluang terjadinya hujan pada tahun berikutnya masih hampir sama dengan tahun sebelumnya.
2.
Perhitungan
yang dilakukan adalah menghitung jumlah curah hujan dan menghitung keadaan
iklim suatu wilaya yaitu Scmith dan Oldemen. Kemudian menghitung prediksi
peluang curah hujan di tahun berikutnya dengan presentase peluang 40%, 50% dan
60%.
5.2 Saran
Dalam melakukan perhitungan,
prmbobotan dan pemberian rengking harus dilakukan secara hati-hati agar data
yang kita paparkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan prediksisi curah
hujan tahun berikutnya bisah tepat.
DAFTAR
PUSTAKA
Fadli. 2013. Indonesia
Butuh Model Prediksi Hujan Terpaduhttps://infohujan.wordpress.com
diakses pada tanggal 3 April 2016.
Irianto, Gatot. 2003. Implikasi Penyimpangan Iklim Terhadap Tataguna Lahan. Makalah
Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM.
Yogyakarta.
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Yuhardin. 2006. Profil
Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Scriptintermedia. Makassar.http://yuhardin.scriptintermedia.com/view.php?id=4910&jenis=Umumdiakses
pada tanggal 3 April 2016.