Senin, 20 November 2017

Laporan Praktikum Agroklimatologi ( Curah Hujan) Daerah Jeneponto



Praktikum 1
Agroklimatologi
Curah Hujan

Nama             :Yohanis Sarma
NIM              :G11115536
Kelompok      :13
Asisten          :Yopie Brian Panggebean
PRODI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2016




BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12' - 8° Lintang Selatan dan 116°48' - 122°36' Bujur Timur. Luas wilayahnya 45.764,53 km² yang terbagi menjadi 21 kabupaten dan 3 kotamadya dan terdiri dari 304 kecamatan dan 2.953 desa/kelurahan, wilayah provinsi ini dilalui oleh 67 sungai, dan juga terdapat 7 gunung, serta 4 danau. Provinsi ini berbatasan dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat dan Laut Flores di selatan. Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya  curam, lebih 45 persen tanahnya curam  bergunung.
Kabupaten Jeneponto adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Bontosunggu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 749,79 km2 dan berpenduduk sebanyak 330.735 jiwa, kondisi tanah (topografi) pada bagian utara terdiri dari dataran tinggi dengan ketinggian 500 sampai dengan 1400 m, bagian tengah 100 sampai dengan 500 m dan pada bagian selatan 0 sampai dengan 150 m di atas permukaan laut. dan memiliki pelabuhan yang besar terletak di desa Bungeng (Yuhardin, 2006).
Hujan adalah sebuah presipitasi berwujud cairan, berbeda dengan presipitasi non-cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan Bumi. Di Bumi, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di daratan.
Curah hujan merupakan jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama  periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal  bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. ). Jadi, jumlah curah hujan yang diukur, sebenarnya adalah tebalnya atau tingginya permukaan air hujan yang menutupi suatu daerah luasan di permukaan bumi.
Schmidt dan Fergusson menggunakan dasar adanya bulan basah dan bulan kering seperti yang dikemukakan oleh Mohr. Perbedaan terdapat pada cara mencari bulan basah dan bulan kering. Hal ini juga merupakan alasan pembagian iklim tersendiri untuk Indonesia. Menurut Mohr bulan basah dan bulan kering.
Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain. Studi tentang iklim dipelajari dalam klimatologi. Iklim di suatu tempat di bumi dipengaruhi oleh letak geografis dan topografi tempat tersebut. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan beberapa sistem klasifikasi iklim.
Berdasarkan posisi relatif suatu tempat di bumi terhadap garis khatulistiwa dikenal kawasan-kawasan dengan kemiripan iklim secara umum akibat perbedaan dan pola perubahan suhu udara, yaitu kawasan tropika (23,5°LU-23,5°LS), subtropika (23,5°LU-40°LU dan 23°LS-40°LS), sedang (40°LU-66,5°LU dan 40°LS-66,5°LS), dan kutub (66,5°LU-90°LU dan 66,5°LS-90°LS).
2.1     Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum curah hujan dan spesifikasi iklim adalah untuk mengetahui keadaan iklim atau curah hujan suatu wilaya dan untuk mengetahui cara menghitung data dari hasil pengamatan curah hujan suatu wilayah.
Manfaat dari praktikum ini adalah sebagai informasi keadaan curah hujan pada suatu wilaya agar kita dapat menentukan waktu yang tepat dalam melakukan suatu kegiatan dalam hal becocok tanam.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Data Kabupaten
Kabupaten Jeneponto terletek di ujung bagian barat dari wilayah Propinsi Sulawesi selatan dan merupakan daerah pesisir pantai yang terbentang sepanjang ± 95 di bagian selatan. Secara geografis terletek diantara 50 16’ 13” – 50 39’ 35” Lintang Selatan dan 120 40’ 19” – 120 7’ 51” Bujur Timur. Kabupaten Jeneponto berbatasan dengan : Ditinjau dari batas-batasnya maka pada sebelah Utara berbatasan dengan Gowa, sebelah selatan berbatasan dengan Laut Flores, sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bantaeng (Yuhardin, 2006).
Kabupaten Jeneponto memiliki wilayah seluas 74.979 ha atau 749,79 km2. Luas Wilayah Kabupaten Jeneponto tersebut bila dilihat dari jenis penggunaan tanahnya, maka penggunaan tanah yang terluas pertama tahun 1999 adalah Tegalan/Kebun seluas 35.488 ha atau 47,33%, terluas kedua adalah Sawah Panen Satu Kali seluas 12.418 ha atau 16,56%, terluas ketiga adalah Hutan Negara seluas 9.950 ha atau 13,27%, sedangkan penggunaan tanah untuk Pekarangan seluas 1.320 ha atau 1,76% dan yang terendah adalah Ladang atau Huma seluas 31 ha atau 0,04%  (Yuhardin, 2006).
2.2     Curah Hujan Kabupaten 5 Tahun Terakhir
Curah hujan di wilayah Kabupaten Jeneponto pada umumnya tidak merata, hal ini menimbulkan adanya wilayah daerah basah dan wilayah semi kering. Curah hujan di Kabupaten Jeneponto yang tertinggi biasanya jatuh pada Bulan Januari sedangkan curah hujan terendah atau terkering terjadi pada Bulan Juni, Agustus, September dan Oktober (Yuhardin, 2006).


2.3     Hujan Spesifik
Pola curah hujan spesifik dan berintensitas tinggi seperti di Indonesia membutuhkan pengembangan model prediksi curah hujan terintegrasi. Itu untuk meningkatkan akurasi perkiraan curah hujan lebat yang berpotensi banjir. Pemodelan itu mengacu kondisi interaksi dinamis laut dan atmosfer di Indonesia, yang sebagian besar wilayahnya lautan.pemodelan curah hujan sangat diperlukan, terutama di perkotaan terkait penataan ruang dan mitigasi banjir. Banjir mengancam banyak kota besar di Indonesia yang umumnya di wilayah pantai (Fadli, 2013)
2.4     Iklim spesifik
Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan. Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan, 2002). Iklim selalu berubah menurut ruang dan waktu. Dalam skala waktu perubahan iklim akan membentuk pola atau siklus tertentu, baik harian, musiman, tahunan maupun siklus beberapa tahunan. Selain perubahan yang berpola siklus, aktivitas manusia menyebabkan pola iklim berubah secara berkelanjutan, baik dalam skala global maupun skala lokal  (Irianto, 2003).
2.5     Schmidt-Ferguson
Selama ini pemanfaatan data-data iklim lama masih sering digunakan karena kurangnya penelitian tentang iklim, khususnya skala lokal. Hal ini juga terjadi pada penentuan zona-zona iklim seperti zona iklim  klasifikasi Schmidt-Ferguson. Di Pulau Lombok Schmidt-Ferguson pernah menganalisa data curah hujan untuk menentukan tipe-tipe iklim yang di publikasikan pada tahun 1951 dan data-data itu masih digunakan sampai sekarang. Seiring dengan terjadinya perubahan iklim dan bertambahnya pos penakar curah hujan kemungkinan terjadinya perubahan tipe-tipe iklim klasifikasi Schmidt-Ferguson sangat besar, sedangkan data-data ini masih digunakan sebagai dasar penelitian, perencanaan dan pengambil keputusan pada masa sekarang yang apabila dihubungkan dengan waktu penelitian dan perubahan iklim maka data-data tersebut sudah tidak begitu valid(Irianto, 2003).
2.6     Oldeman
Klasifikasi iklim yang tepat digunakan untuk pertanian adalah klasifikasi iklim menurut Oldeman. Klasifikasi iklim Oldeman memakai unsur curah hujan sebagai dasar penentuan klasifikasi iklimnya.Tipe utama klasifikasi Oldeman didasarkan pada jumlah bulan basah berturut-turut, yaitu: zona A, zona B, zona C, zona D, dan zona E. Sedangkan subtipenya didasarkan pada jumlah bulan kering berturut-turut yaitu: zona 1, zona 2, zona 3, dan zona 4. Perubahan iklim akan mempengaruhi hasil-hasil penelitian yang selama ini menggunakan iklim sebagai bahan penyusun utama dari penelitian tersebut, seperti misalnyapeta iklim yang dibuat oleh Oldeman (Lakitan, 2002).




BAB III
METODOLOGI
3.1  Waktu danTempat
Praktikum ini dilakukan di Laboratorium Agroklimatologi dan Statistika, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Pada hari Senin, 21 Maret 2016, pukul 08.00 sampai selesei.
3.2  Cara Pengukuran
Pengukuran curah hujan dilakukan dilakukan setiap jam 07.00 pagi atau setiap jam 06.00 sore. Adapun pengukuran dilakukan sebagai berikut:
1.        Memegang gelas ukur tegak lurus dibawah kran.
2.        Membuka kran air.
3.        Apabilah jumlah air pada gelas ukur men unjukkan kurang dari 0,5 maka ditulis 0 dan jika jumlah curah hujan menunjukkan diatas 0,5 ditulis 1.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 1. Data curah hujan 15 tahun terakhir.
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

Tabel 2. Data curah hujan setelah diboboti.
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

3. Data setelah rangking.
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

Tabel 4. Scmidt-Perguson
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

Tabel 5. Oldemen
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

Grafik 1. Grafik curah hujan 40%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016



Grafik 2. Grafik curah hujan 50%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

Grafik 3. Grafik curah hujan 60%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016

Grafik 4. Grafik curah hujan 40%, 50% dan 60%
Sumber : Data yang telah diolah, 2016
4.2 Pembahasan
Pada pengamatan data curah hujan yang diperoleh yaitu data hujan yang diolah dan diamati adalah data hujan dari Kabupaten Jeneponto selama 15 tahun, terhitung dari tahun 1999 – 2014  .pengamatan curah hujan harian dan curah hujan kumulatif, Hujan harian adalah Curah hujan yang diukur berdasarkan jangka waktu satu hari (24 jam). Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu periode tertentu seperti mingguan, 10 harian, dan bulanan, serta tahunan.
Dari data diatas dapat kita lihat bahwah curah hujan cukup tinggi rata-rata milai bulan desember dan januari. Data curah hujan paling rendah mulai dari bukan Juli hinga bukan November. Dari data tersebut kita dapat memperkirakan jadwal penanaman dan jadwal panen yang tepat, sehingga gagal panen dapat dicegah dan produksi bisah lebih banyak dari sebelumnya.
Pada data peluang perkiraan curah hujan tahun sebelumnya 40%, 50% dan 60%, dapat kita lihat bahwa curah hujan dengan peluang 40%  paling tinggi pada bulan Desember dan Januari. Curah hujan paling rendah pada bulan Agustus sampai Oktober. Kemudian pada peluang 50% curah hujan paling tinggi pada bulan Januari, Juni dan Desember. Curah hujan paling renda pada bulan  Juli hingga pada bulan November. Sedangkan pada peluang 60% curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari, Mei dan Desember. Kemudian curah hujan rendah pada bulan Juni hingga November.
Dari data peluang terjadinya hujan tahun berikutnya 40%, 50% dan 60%. dapat kita lihat bahwa rata-rata curah hujan tinggi terjadi pada bulan Januari dan bulan desember. Sedangkan curah hujan rendah mulai pada bulan Juni hingga November.


BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.        Dari data tersebut dapat kita simpulkan bahwa bahwa curah hujan di Kabupaten Jeneponto termasuk rendah karena curah hujan tinggi hannya terjadi selama 2 bulan. Prediksi peluang terjadinya hujan pada tahun berikutnya  masih hampir sama dengan tahun sebelumnya.
2.        Perhitungan yang dilakukan adalah menghitung jumlah curah hujan dan menghitung keadaan iklim suatu wilaya yaitu Scmith dan Oldemen. Kemudian menghitung prediksi peluang curah hujan di tahun berikutnya dengan presentase peluang 40%, 50% dan 60%.
5.2 Saran
Dalam melakukan perhitungan, prmbobotan dan pemberian rengking harus dilakukan secara hati-hati agar data yang kita paparkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan prediksisi curah hujan tahun berikutnya bisah tepat.









DAFTAR PUSTAKA
Fadli. 2013. Indonesia Butuh Model Prediksi Hujan Terpaduhttps://infohujan.wordpress.com diakses pada tanggal 3 April 2016.
Irianto, Gatot. 2003. Implikasi Penyimpangan Iklim Terhadap Tataguna Lahan. Makalah Seminar Nasional Ilmu Tanah. KMIT Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Lakitan, Benyamin. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Cetakan Ke-dua. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Yuhardin. 2006. Profil Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Scriptintermedia. Makassar.http://yuhardin.scriptintermedia.com/view.php?id=4910&jenis=Umumdiakses pada tanggal 3 April 2016.




Jumat, 17 November 2017

POROSITAS TANAH





Laporan Praktikum
Dasar-Dasar Ilmu Tanah


POROSITAS TANAH




DISUSUN OLEH:
NAMA                                    : Yohanis Sarma
NIM                                        : G111 15 536
KELAS/KELOMPOK           : DDIT E / 14
ASISTEN                               : Magfirah Djamaluddin
LABORATORIUM KIMIA DAN KESUBURAN TANAH
JURUSAN ILMU TANAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2015



I.  PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Tanah ditemukan di mana-mana di sekitar kita dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia.  Kebanyakan orang tidak pernah berusaha menentukan apakah tanah itu, darimana asal dan sifatnya.  Mereka tidak memperhatikan bagaimana tanah di suatu tempat berbeda dengan tanah di tempat lain. Pasti sedikit saja atau bahkan tidak mungkin ada di antara kita yang mengetahui sebab perbedaan ini.
Di dalam tanah terdapat sejumlah ruang pori-pori. Ruang pori-pori ini penting oleh karena ruang-ruang ini diisi oleh air dan udara. Air dan udara (gas-gas) juga bergerak melalui ruang pori-pori ini. Jadi, penyediaan air untuk pertumbuhan tanaman dan jumlah air yang bergerak melalui tanah berkaitan sangat erat dengan jumlah dan ukuran pori-pori tanah (Sutedjo, 1987). 
Kondisi fisik tanah sangat menentukan aerase, drainase, dan nutrisi tanaman. Sifat fisik tanah juga berpengaruh oleh sifat kimia dan biologi tanah, di mana sifat-sifat fisik tanah tergantung pada jumlah, ukuran, bentuk, susunan, dan komposisi mineral dari partikel-partikel tanah, macam dan jumlah bahan organik, volume dan bentuk pori-pori pada waktu tertentu. Beberapa sifat fisik yang sangat penting adalah bulk density, Particle Density, dan Porositas. Bahan organik memperkecil berat isi tanah karena bahan organik jauh lebih ringan daripada bahan mineral. Di samping itu bahan organik tanah dapat memperbesar porositas tanah. Berat dan ruang pori-pori tanah bervariasi dari satu horizon ke horizon yang lain, sama halnya dengan sifat-sifat tanah lainnya dan kedua variabel ini tentunya juga dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah sebagai sifak fisik tanah. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan percobaan terhadap Bulk density, Particle Density dan Porositas tanah pada tanah sehingga dapat diketahui sifat fisik tanah, sifat kimia dan biologi tanah yang terdapat dalam tanah (Hardjowigeno, 1992). Berdasarkan uraian diatas maka perlu dilakukan pengamatan kerapatan isi dan porositas tanah.
1.2         Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah mendemostrasikan bagaimana sampel utuh diambil dari lapangan,  menghitung nilai total ruang pori tanah, dan mengetahui perbedaan antara tanah yang padat dan tanah yang gembur. Sedangakan kegunaan dari praktikum ini adalah sebagai bahan informasi kepada masyarakat dalam pengolahan lahan lebih lanjut serta penentuan varietas tanaman apa saja yang dapat ditanam pada tanah tersebut.




II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Kerapatan Isi
Bulk density atau bobot isi atau bobot volume menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah dan termasuk volume pori-pori tanah diantaranya. Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk density, berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar. Pada umumnya Bulk density berkisar dari 1,1-1,6 g/cc. Beberapa jenis tanah mempunyai Bulk density kurang dari 0,90 g/cc (misalnya tanah andisol), bahkan ada yang kurang dari 0,10 g/cc (misalnya tanah gambut). Bulk density penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap hektar tanah (Harjdowigeno, 1992).            
Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, kemampuan tanah menyimpan air, drainase dan lain-lain. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan. Menghitung kerapatan butir tanah, berarti menentukan kerapatan partikel tanah dimana pertimbangan hanya diberikan untuk partikel yang solid. Oleh karena itu kerapatan partikel setiap tanah merupakan suatu tetapan dan tidak bervariasi menurut jumlah ruang partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kerapatan partikelnya rata–rata sekitar 2,6 gram/cm3. Kandungan bahan organik di dalam tanah sangat mempengaruhi kerapatan butir tanah, akibatnya tanah permukaan biasanya kerapatan butirnya lebih kecil dari subsoil. Kerapatan butir tanah tidak banyak berbeda. Jika berbeda maka terdapat variasi yang harus mempertimbangkan kandungan tanah organik (Madjid, 2010).
Bulk density sangat berhubungan erat dengan particle density jika partikel tanah sangat besar maka Bulk density juga besar pula, hal ini dikarenakan partikel density berbanding lurus dengan bulk density, namun apabila sebuah tanah memilki tingkat kadar air yang tinggi maka partikel density dan Bulk density akan rendah hal ini dikarenakan partikel density berbanding terbalik dengan kadar air, dapat kita buktikan apabila di dalam suatu tanah memilki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air maka kepadatan tanah juga akan rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memilki pori yang besar akan lebih mudah memasukkan air  di dalam  agregat  tanah (Hanafiah, 2014).
2.2   Faktor-faktor yang mempengaruhi Kapasitas Isi
Bulk density dipengaruhi oleh tekstur, struktur dan kandungan bahan organik.Bulk density dapat cepat berubah karena pengolahan tanah dan praktek budidaya. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai Bulk density salah satunya adalah Bahan organik tanah, dimana tanah dengan kandungan bahan organik tinggi akan memiliki nilai Bulk density rendah, begitupula sebaliknya, selain itu Bulk density juga dipengaruhi oleh tekstur tanah dan kadar air tanah (Sutedjo, 1987).    ____
Nilai dari berat volume Bulk density dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya kandungan bahan organik tanah, porositas dan kepadatan tanah. Untuk tanah   berstruktur  halus  mempunyai porositas tinggi dan berat tanah yang lebih rendah dibandingkan tanah berpasir. Bahan organik memperkecil berat volume tanah, karena bahan organik jauh lebih ringan dari pada mineral dan bahan organik  yang akan memperbesar porositas (Hardjowigeno, 1992).       
Adapun faktor lain yang mempengaruhi Bulk density yaitu kandungan kadar air apabila suatu daerah memiliki kandungan kadar air yang tinggi maka Bulk density di daerah tersebut dapat di pastikan rendah. Menyatakan bahwa Bulk density dan kadar air berbanding terbalik , hal ini dibuktikan apabila tanah dapat menyerap air yang banyak sehingga tanah akan susah untuk memadat dikarenakan di dalam agregata tanah banyak menyimpan air, kadar air erat hubungannya dengan tekstur tanah apabila tanah memiliki tekstur pasir maka tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang banyak sehingga tanah yang bertekstur liat mempunyai daya melewatkan air yang lambat sehingga air akan tersimpan di dalam agregat tanah yang memiliki kandungan BO sedikit (Madjid, 2010).                         
2.3    Hubungan Bulk density Dengan Produktivitas Tanaman
Bulk density merupakan petunjuk kerapatan tanah. Makin padat suatu tanah makin tinggi bulk densitynya, yang berarti makin sulit meneruskan air atau di tembus akar tanaman. Bulk density penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap hektar tanah, yang di dasarkan pada berat tanah per hektar. Untuk memudahkan perhitungan berat tanah 1 hektar sering dianggap sama dengan 2.000.000 kg berat tanah (Hardjowigeno, 1992).
____Tanah lebih padat mempunyai Bulk density yang lebih besar dari pada tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan Bulk density yang lebih rendah dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0 -1,6 g/cm3. Tanah organik memiliki nilai Bulk density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1 g/cm3 – 0,9 g/cm3  pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung, dan kemampuan tanah menyimpan air drainase. Sifat fisik tanah ini banyak bersangkutan dengan penggunaan tanah (Hardjowigeno, 1992).
         Untuk setiap kelas tekstur berat isi menggambarkan keadaan struktur dan porositas tanah. Pengaruh sifat-sifat fisik tanah tersebut pada pertumbuhan tanaman dapat dinilai atau ditentukan dari kaitan pertumbuhan. Nilai Bulk density dapat menggambarkan adanya lapisan padas tanah, pengolahan tanahnya, kandungan bahan organik dan mineral, porositas, daya memegang air, sifat drainase mudahkan tanah ditembus akar (Madjid, 2010).

2.4    Porositas
Porositas adalah total pori dalam tanah yaitu ruang dalam tanah yang ditempati oleh air dan udara. Pada keadaan basah seluruh pori baik makro, meso, maupun mikro terisi oleh air, keadaan kering pori makro dan sebagian pori meso terisi oleh udara. Porositas merupakan gambaran aerasi dan drainase tanah (Madjid, 2010).
          Pori tanah adalah ruang antara butiran padat tanah yang pada umumnya pori kasar ditempati udara dan pori kecil ditempati air, kecuali bila tanah kurang. Porositas tanah adalah persentase volume tanah ditempati butiran padat. Tanah dengan struktur lemah pada umumnya mempunyai porositas yang terbesar. Pengolahan tanah untuk sementara waktu dapat memperbesar porositas, namun dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan turunnya porositas. Oleh karena itu, untuk memperbesar porositas tanah tindakan yang perlu dilakukan adalah dengan penambahan bahan organik atau melakukan pengolahan tanah secara minimum. Pengolahan tanah berlebih akan menyebabkan rusaknya struktur tanah. Nilai porositas dapat diperoleh jika diketahui nilai Bulk density dan nilai partikel densitynya (Hanafiah, 2014).
       Pori tanah jika dalam keadaan basah seluruhnya akan terisi oleh air, baik pori mikro, pori meso atau pun pori makro. Sebaliknya pada keadaan kering, pori makro dan sebagian pori meso terisi udara. Jumlah ruang pori sebagian besar ditentukan oleh susunan butir padat. Kalau letaknya satu sama lain cenderung erat seperti pada pasir dan sub soil padat, porositasnya rendah. Jika tersusun dalam agregat yang bergumpal seperti yang kerap kali terjadi pada tanah bertekstur sedang, yang besar kandungan bahan organiknya, ruang pori persatuan volume tinggi. Perbedaan besar jumlah ruang pori berbagai keadaan tanah (Madjid, 2010).
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Porositas Tanah
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, tekstur tanah, kandungan air dan bulk density. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur granuler atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air Sebaliknya, pada top soil bertekstur halus, memiliki lebih banyak ruang pori total yang sebagian besar terdiri pori-pori kecil. Hasilnya adalah tanah dengan kapasitas memegang air yang besar (Hardjowigeno, 1992).
            Porositas butir pasir tunggal rendah dan sangat berhubungan dengan tekstur. Tanah dengan tekstur halus mempunayai kisaran ukuran dan bentuk partikelnya yang luas.. Tanah dengan struktur ped mempunyai ruang pori sebab ruang-ruang antar partikel tekstur dan antara ped. Tanah permukaan yang berpasir mempunyai volume yang lebih sedikit ditempati oleh ruang pori. Ruang pori total pada tanah berpasir mungkin rendah, tetapi mempunyai proporsi yang besar yang disusun daripada komposisi pori-pori yang besar yang sangat efisien dalam pergerakan air dan udara. Pada tanah yang lembab dengan drainase yang baik ruang-ruang pori yang selalu dipenuhi udara, konsekuensinya mereka disebut pori-pori aerase atau makropori. Pori-pori yang kecil selalu cenderung dipenuhi air dan biasanya disebut kapiler (Madjid, 2010).
2.6  Hubungan Porositas Tanah Terhadap Produktivitas Tanaman
Porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur tanah, dan tekstur tanah. Porositas tanah tinggi kalau bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur granular atau remah, mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan struktur massive (pejal). Tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori makro sulit menahan air (Hardjowigeno, 1992).                     Porositas tanah merupakan perbandingan antara volume pori tanah dengan volume total tanah, yaitu menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah primer (pasir, debu, dan liat) sampai pada partikel sekunder disebut juga agregat. Struktur dapat mengubah pengaruh tekstur dengan memperlihatkan hubungan kelembaban dengan udara (Hardjowigeno, 1992).                                                         Porositas total tanah juga dapat dikatakan struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan ini terjadi karena butir-butir pasir, debu dan liat terikat satu sama lain oleh perekat seperti bahan organik, oksida-oksida besi dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan mempunyai bentuk, ukuran, kemantapan yang berbeda-beda (Hardjowigeno, 1992).                                                Tanah yang baik adalah tanah yang mengandung udara dan airnya dalam jumlah cukup dan seimbang. Hal ini hanya terdapat pada struktur tanah yang ruang pori-porinya besar, dengan perbandingan yang sama antara pori-pori makro dan mikro serta tahan pukulan tetes-tetes air hujan. Dikatakan pula yang paling baik adalah bila perbandingan sama antara padatan air dan udara (Sutedjo, 1987).









III.             METODOLOGI
3.1.Waktu dan Tempat
Pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada hari Kamis, 19 November 2015,  pukul 10.00-Selesei WITA. Bertempat  di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
3.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam praktikum kerapatan isi dan porositas adalah ring sampel, palu dan ring drivers, pisau, karet penyambing ring, stop watc dan lup. Bahan yang digunakan adalah sampel tanah utuh dan air.
3.3 Prosedur Kerja
1.        Membersikan permukaan tanah dari tumbuhan dan serasah.
2.        Memasukkan ring sampel mengunakan drivers dan palu sampai bagian atas ring sampel terbenam 2 cm dari permukaan tanah.
3.        Mengeluarkan ring sampel dengan tanah yang ada didalamnya dengan cara menggalinya secara hati-hati agar tanah didalamnya tidak terganggu.
4.        Meratakan ring dengan pisau yang telah disediakan.
5.        Menimbang tanah bersama ringnya sebelum dimasukkan kedalam oven.
6.        Memasukkan tanah bersama ring kedalam oven.
7.        Mengeluarkan tanah dari oven kemudian memasukkannya kedalam desikator.
8.        Mengeluarkan tanah bersama ring dari desikator setelah 12 sampai 24 jam, timbang ring bersama tanah didalamnya.
9.        Mencatat hasil penimbangan pada lembar data.
10.    Menghitung kerapatan isi dengan rumus:
b = Mko/Vt
11.    Menghitung letak pori dengan rumus:
f = 1- b /Ps
Keterangan;
a.       Mko     = Massa tanah kering oven (g)
b.      Vt        = Volume tanah utuh ( )
c.       s        = Kerapatan partikel tanah




IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Berdasarkan pengamatan kerapatan isi dan porositas yang dilakukan diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 9. Pengamatan kerapatan isi dan porositas tanah.
Data
Ring
Kerapatan isi
1,06 g/cm3
Total pori 
0,6 m3/m3
4.2 Pembahasan
Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa tanah berat tanah, air dan ring sebelum diovenkan adalah 409,5 gram dan setelah diovenkan berat tanah dan ring berubah menjadi 381,2 gram sehingga dapat diketahui bahwa kerapatan isi tanah tersebut adalah 1,06 g/cm3 dan total pori tanah tersebut adalah 0,6 m3/m3. Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan pori makro pada tanah tersebut adalah sedikit.
       Dari pengamatan yang telah dilakukan dapat kita lihat bahwa keberadaan pori pada tanah tersebut hanya sedikit, jadi dapat disimpulkan bahwa tanah tesebut adalah tanah yang padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusli (2015) yang mengemukakan bahwa tanah yang padat adalah tanah yang porsi padatannya lebih besar dari pada porsi rongga atau porinya.
       Jika dilihat dari porositas tanahnya, tanah tersebut adalah tanah yang berporositas rendah, karena tanah tersebut memiliki rongga yang kecil atau sedikit. Hal ini sesuai dengan pendapat Gusli (2015) yang mengemukakan bahwa tanah yang berporositas tinggi memiliki rongga yang besar karena partikel-partikelnya tersusun secara renggang (tidak rapat)
         Jika dilihat dari jumla pori tanah tersebut yang sedikit dapat disimpulkan bahwa tanah tersebut merupakan tanah yang kurang baik, karena tanah yang baik adalah tanah yang memiliki struktur tanah yang ruang pori-porinya besar Hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2014) yang mengemukakan bahwa tanah yang baik adalah tanah yang mengandung udara dan air dalam jumla cukup dan seimbang. Hal ini hanya terdapat  pada tanah yang ruang pori-porinya besar, dengan perbandingan yang sama antara pori-pori makro dan mikro.
       Seperti yang kita ketahui bahwa tanah yang diteliti memiliki pori-pori yang kecil sehingga tanah tersebut tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman karena didalam tanah tersebut hanya terdapat air dan udara yang sedikit hal ini sesuai dengan pendapat Hanafiah (2014) yang mengemukakan bahwa tanah yang baik adalah tanah yang mengandung air dan udara yang cukup.


LAMPIRAN
Data
Ring
Berat ring (g)
94,49 gram
Diameter dalam ring (cm)
5,6 cm
Tinggi ring (cm)
7,3 cm
Berat tanah + air + ring (g)
409,5 gram
Berat tanah + ring (berat setelah di ovenkan) (g)
381,2 gram
Kerapatan isi (g cm-3)
1,06 g/cm2
Total pori  (f) (m3m-3)
0,6 m3/m3
Keberadaan pori makro (‘banyak’/’sedikit’)
Sedikit